Kenapa anak-anak SMA lebih mementingkan hobinya daripada kegiatan belajarnya? Dan kenapa mereka sangat bersemangat ketika melakukan kegiatan kegemarannya,  tetapi tidak peduli sama sekali ketika nila-nilai rapotnya jelek? Dua pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang paling umum di tanyakan oleh para orang tua murid yang mempunyai putra-putri yang duduk di SMA.

Anak-anak SMA sedang mencari jati dirinya. Siapakah aku, sifatku seperti apa dan apa visi misiku untuk waktu yang akan datang, itulah pertanyaan-pertanyaan yang sedang mereka cari. Terkadang mereka mencoba mencari tahu apa bakat, hobi dan ketertarikannya. Mereka sangat aktif bergerak mencari informasi tentang apa saja. Anak-anak SMA tersebut tidak mau ketinggalan pergaulan, mereka berpikiran alangkah malunya ketika mereka tidak tahu apapun apabila sedang membicarakan sesuatu. Zodiak, alat-alat elektronik, kendaraan dan  komunitas adalah hal-hal yang sangat digemari untuk dibicarakan.

Mereka sedang berusaha menyesuaikan dengan lingkungannya. Mereka sedang gemar bergonta ganti gaya, mencoba berbagai macam hal dan mempunyai rasa penasaran yang tinggi. Mereka berpikir dan mencari jawabannya lewat penyesuaian-penyesuaian tersebut, seperti kalau saya jadi pemimpin cocok tidak ya, kalau rambut saya dirubah gayanya, apa komentar teman-teman ya, kalau saya bersikap galak, teman-teman saya akan takut atau tidak ya, dan lain-lain.

Anak-anak SMA juga sering merasa bosan dengan rutinitas sehari-hari seperti belajar. Mereka menganggap belajar adalah hal-hal yang bisa dikesampingkan. terkadang mereka menyimpulkan belajar adalah sesuatu yang tidak menimbulkan rasa senang, tidak mendatangkan uang dan membuat mereka capek berfikir. Ketidak tertarikan mereka terhadap kegiatan belajar akan bertambah apabila lingkungan disekitarnya seperti keluarga dan teman-temannya juga tidak mendukung. Ketika teman-teman sepergaulannya mempunyai semangat belajar yang sangat rendah, maka dia pun secara otomatis akan tertular. Begitu pula apabila kedua orangtuanya tidak memperhatikan proses belajarnya. Perlu diingat, anak-anak SMA tersebut sedang sangat ingin diperhatikan oleh orang-orang terdekatnya. Ketika mereka menemukan bahwa orang-orang terdekatnya tidak memperhatikan proses belajarnya, maka seketika itu mereka akan menjadi acuh.

Perkelahian antar sekolah, gabung dengan geng motor yang doyan melakukan anarkis, hamil, mencoba memakai narkoba, iseng-iseng merokok dan lain sebagainya adalah contoh pergaulan anak-anak SMA yang salah. Tetapi tidak sedikit juga anak-anak SMA yang berprestasi seperti menjuarai olimpiade – olimpiade baik tingkat nasional maupun internasional, menciptakan robot, membuat mobil, membuat karya ilmiah, menjadi juara dibidang olahraga dan lain sebagainya. Kedua contoh-contoh yang berlainan diatas menunjukan bahwa anak-anak SMA bisa menjadi anak yang baik dan bisa juga sebaliknya. Potensi mereka bisa beragam, baik yang berguna bagi diri dan lingkungannya maupun yang merusak diri dan lingkungannya.

Pengaruh lingkungan sekitar baik itu keluarga, teman dirumah, dan teman disekolah memerankan peran yang sangat penting didalam pembentukan perilaku
mereka. Kesadaran akan sesuatu yang harus dilakukan atau tidak belum sepenuhnya terbentuk dan tertanam dibenak mereka. Kontrol terhadap mereka harus terus dilakukan. Peringatan-perngatan dari orang tua atau orang-orang terdekatnya terkait dengan hal-hal yang tidak boleh dilakukan menjadi sesuatu yang mutlak. Anak-anak SMA diibaratkan adalah orang-orang yang sedang memegang obor ditengah malam yang gelap gulita. Mereka belum tahu mana jalan yang seharusnya dipilih. Informasi dari orang-oang terdekatnya amatlah dibutuhkan, agar mereka tidak salah dalam memilih jalan yang benar. Didalam beberapa kasus, orang tua atau keluarga yang memiliki kontrol yang ketat terhadap anak=anak mereka yang sedang duduk di bangku sekolah SMA, berhasil menekan bahkan mencegah anak-anaknya terjerumus dalam pergaulan yang salah.